Kunyit termasuk salah satu tanaman
rempah dan bahan baku obat alami asli dari wilayah Asia Tenggara. Karena
manfaatnya yang cukup besar serta permintaan banyak, budidaya kunyit
pun mampu mendatangkan omzet hingga puluhan juta rupiah sebulan.
Kunyit merupakan tanaman obat berupa
semak dan bersifat tahunan (perenial) yang tersebar di seluruh daerah
tropis. Tanaman dengan nama latin Curcuma domestica ini tumbuh
subur dan liar di sekitar hutan/bekas kebun. Di daerah Jawa, kunyit
banyak digunakan sebagai ramuan jamu karena berkhasiat menyejukkan,
membersihkan, mengeringkan, menghilangkan gatal dan menyembuhkan
kesemutan.
Kebutuhan bahan baku kunyit untuk
industri jamu tradisional makin meningkat tiap tahun. Peluang inilah
yang ditangkap oleh Zulkarnaen, pemilik CV Shinta Pratama di Ciamis,
Jawa Barat.
Ia memanfaatkan lahan seluas 7 hektare
(ha) untuk menanam kunyit. Tiap hektare mampu menghasilkan kunyit
sebanyak 30 ton per enam bulan. Ini berarti, dalam sebulan, Zulkarnaen
mampu memanen kunyit sekitar 35 ton dari seluruh lahannya.
Dengan harga jual sebesar Rp 2.500
hingga Rp 3.000 per kilogram (kg), Zulkarnaen mampu mendulang omzet
hingga Rp 90 juta per bulan dari tanaman kunyit. Ia memilih bercocok
tanam kunyit karena umbi berbentuk rimpang yang berwarna kuning tua ini
lebih menguntungkan daripada membudidayakan tanaman tahunan berbatang
keras seperti albasia maupun pohon jati. “Pasarnya juga mudah, bisa ke
pasar tradisional dan pabrik jamu,” kata Zulkarnaen.
Menurutnya, peluang pasar tanaman obat
masih cukup luas, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun
ekspor. Data dari Gabungan Pengusaha Jamu menunjukkan, omzet perdagangan
jamu nasional tidak kurang dari Rp 3 triliun per tahun.
Zulkarnaen bilang, bibit tanaman kunyit
yang baik berasal dari pemecahan rimpang tanaman asalnya. “Cukup berasal
dari rimpang yang telah berumur lebih dari 7 hingga 12 bulan,” jelas
Zulkarnaen.
Setali tiga uang dengan Zulkarnaen, M
Hadi, pemilik Yayasan Lintang Asri di Jakarta Timur juga mengamini
budidaya kunyit mampu menebalkan kantong. Pasalnya, di Indonesia
budidaya tanaman kunyit masih belum banyak.
Di lahannya seluas 4 ha, Hadi menanam
aneka tanaman herbal, seperti kunyit, jahe merah, temulawak dan temu
putih. Untuk tanaman kunyit, Hadi memanfaatkan lahan seluas 500 m2.
“Dalam sebulan, saya bisa menghasilkan tanaman kunyit sekitar 500 kg,”
kata Hadi.
Hadi membagi tanaman kunyit produksinya
menjadi tiga kualitas, yakni grade 1, grade 2 dan grade 3. Setiap grade
ini, memiliki harga jual berbeda. Untuk grade 1, Hadi membanderol harga
Rp 12.000 per kg, grade 2 sebesar Rp 7.000 per kg, dan harga grade 3
sebesar Rp 3.000 per kg.
Selain menjual tanaman kunyit segar yang
dipasok ke pabrik jamu, Hadi juga menjual hasil olahan tanaman kunyit
yakni sirop kunyit dan serbuk kunyit. Menurutnya, produk olahan kunyit
cukup digemari. Bahkan, ia sering kewalahan dalam melayani pesanan.
Kini, ia telah memproduksi sekitar 250
botol sirop kunyit per bulan dengan harga Rp 30.000 per botol. “Kalau
serbuknya sekitar 100 kg sebulan,” kata Hadi. Alhasil, dari kunyit, Hadi
mampu mendulang omzet Rp 30 juta per bulan.
Budidaya tanaman kunyit tak akan pernah
kehilangan pamor. Selain memiliki prospek usaha yang bagus, kunyit juga
mudah dibudidayakan. Tak butuh teknologi penanaman yang ribet, tanaman
kunyit bisa tumbuh asal pemberian pupuk dan air yang mencukupi.
Budidaya kunyit cukup mudah dibandingkan
dengan tanaman lain. Zulkarnaen, pemilik CV Shinta Pratama menuturkan,
penanaman kunyit sebaiknya dilakukan secara tumpang sari. Sebab, selain
panen cukup lama, dengan adanya tanaman jenis lain yang lebih cepat masa
panennya, bisa menambah pemasukan petani.
Secara rata-rata, kata Zulkarnaen,
tanaman herbal ini dapat ditanam di berbagai daerah di seluruh
Indonesia, bahkan sampai pada ketinggian 2.000 mdpl. “Namun, semakin
tinggi daerah penanaman, maka umur panen juga makin lama,” katanya.
Karena, suhu optimal untuk budidaya tanaman kunyit antara 29 derajat
hingga 300 C.
Sementara itu, M. Hadi, pemilik Yayasan
Lintang Asri, menyarankan, penanaman kunyit dilakukan pada awal musim
hujan. Sama seperti tanaman rimpang lainnya, tanaman kunyit juga
membutuhkan cukup air untuk tumbuh.
Meski begitu, volume air tetap harus
diperhatikan. “Tidak boleh ada genangan air, supaya rimpang tidak cepat
membusuk,” kata dia.
Dalam budidaya kunyit ini, Hadi pun
menerapkan sistem pertanian organik. Alasannya, biaya budidaya secara
organik lebih murah karena tak perlu pestisida.
Tanaman kunyit ini siap dipanen pada
umur enam bulan. Hadi bilang, ciri-ciri kunyit siap panen adalah
berakhirnya pertumbuhan vegetatif, seperti terjadi perubahan warna daun
dan batang yang semula hijau menjadi kuning.
Satu tanaman bisa menghasilkan panen
rimpang sebanyak 1,5 kg hingga 3 kg. “Untuk 500 meter persegi, lahan
budidaya kunyit bisa dipanen sekitar tiga ton rimpang kunyit,” tutur
Hadi.
Sebelum dijual, tentu saja kunyit harus
dicuci terlebih dulu. Pencucian ini harus dilakukan secara hati-hati.
Biasanya, rimpang kunyit itu disemprot dengan air bertekanan tinggi
sehingga tak ada lagi kotoran tanah yang menempel. “Jika masih kotor,
bilas lagi, tapi cukup dua kali tidak boleh lebih,” jelas Hadi.
Ia menghindari pencucian yang terlalu
lama agar kualitas dan zat-zat yang terkandung dalam rimpang tidak larut
terbawa air. Setelah dicuci, kunyit dikeringkan selama dua hingga lima
hari.
Hadi hampir tak menemui kendala dalam
budidaya kunyit ini. Tanaman kunyit ini relatif bebas dari hama. “Hanya
memang kendalanya adalah cuaca,” kata Hadi.
Pemberian bahan organik dinilai sangat
penting untuk pertumbuhan rimpang. Sebab, pemberian bahan organik akan
membuat tekstur tanah cukup gembur dan rimpang menjadi banyak dan cepat
besar.
Adapun kendala yang dihadapi Zulkarnaen
adalah saat proses pengeringan. Ia masih mengandalkan sinar matahari.
Alhasil, bila tiba musim hujan, hasil panen kunyit berisiko terkena
jamur.
Padahal, untuk kunyit yang dipasok ke
industri jamu harus benar-benar dalam kondisi kering. Tujuannya, supaya
rimpang kunyit bertahan lama. “Kalau dikeringkan, rimpang bisa tahan
sekitar 6 bulan hingga 12 bulan. Tapi kalau kunyit segar hanya bertahan
sebulan,” kata dia.
Meski penanaman dilakukan pada musim
hujan, Zulkarnaen tak mengandalkan air hujan untuk mengairi lahannya. Ia
menggunakan air sumur untuk pengairan, yang disalurkan melalui
selang-selang dan bak penampung.
Copyright © 2015 ini blog petani. All Rights Reserved.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar